Skip to main content

Posts

Imas Masitoh; Perempuan Pejuang dari Kampung Cibungur

Hidup dengan kekurangan materi tidak menyurutkan langkah Imas Masitoh Resmiati untuk berbuat baik pada sesama. Penjual gorengan berusia 42 tahun ini merasa terenyuh melihat banyaknya anak yatim piatu   disekitar tempat tinggalnya.   Imas memahami betapa mereka butuh perhatian dan kasih sayang. Kebutuhan intangible yang sering tidak dipedulikan   di masa serba cepat dan instan ini. Padahal banyak diantara anak yatim piatu yang tergolong anak berkebutuhan khusus. Imaspun   akhirnya   berinisiatif mengasuh mereka. Apa yang dilakukan Imas tergolong nekad. Penghasilan dari hasil menjual gorengan dan keset hasil kerajinan tangan yang dijajakan dari rumah ke rumah, jelas tidaklah cukup. Ditambah suaminya pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja. Rumah kecilnya juga tidak dapat menampung penghuni baru karena Imas sudah memiliki 2 anak. Namun Imas percaya, Tuhan akan membantu setiap perbuatan baik. Dan keyakinannya terbukti, bantuan mengalir. Jumlah anak yang diasuhnya bertam
Recent posts

Siti Jenab, Pahlawan Pendidikan dari Tatar Cianjur

sumber:plukme.com Siapa yang tak mengenal Kartini, sosok yang memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia?   Mungkin tak ada. Tanggal lahirnya, 21 April diperingati sebagai Hari Kartini dan dimeriahkan oleh anak sekolah hingga pegawai kantoran. Namun nampaknya hanya sedikit yang tahu bahwa selain Kartini, ada 3 tokoh perempuan Sunda yang jasanya tak kalah mulia. Mereka adalah Raden Dewi Sartika, Raden Ayu Lasminingrat dan Raden Siti Jenab. Telah diakui sebagai Pahlawan Nasional, Raden Dewi Sartika berjuang memuliakan perempuan melalui jalur pendidikan. Sakola Istri yang dibangunnya pada tahun 1904 tetap kokoh berdiri hingga sekarang. Berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1910, bangunan sekolah yang telah berpindah dari pendopo Kabupaten Bandung dapat dilihat di Jalan Kautamaan Istri Kota Bandung. Sosok kedua adalah Raden Ayu Lasminingrat, merupakan tokoh emansipasi perempuan, pelopor pendidikan dan aktivis Perempuan Sunda. Jasanya   dalam kepenuli

Angkie Yudistia; Telinga Tertutup Jalan Terbuka

  instagram.com/angkie.yudistia Penyandang disabilitas kerap mendapat stigma buruk. Dianggap aib yang membuat malu keluarga. Bahkan dengan keji sering disebut sebagai produk gagal dari Tuhan.  Dianggap benalu keluarga karena tidak bisa mandiri secara finansial. Padahal, Siapa Bilang Gak Bisa? Angkie Yudistia, seorang tuna rungu, membuktikan bahwa stigma tersebut salah. Seorang insan disabilitas hanya berbeda kemampuan dengan insan lainnya. Mereka mampu mencari nafkah.  Bahkan membantu sesama  seperti yang dilakukan Angkie Yudistia. Dia mendirikan  Thisable Enterprise, perusahaan yang didedikasikan  untuk membantu penyandang disabilitas memperoleh pekerjaan. Sebetulnya pemerintah Indonesia sudah membuat regulasi yang mewajibkan perusahaan swasta merekrut 1 % penyandang disabilitas dan 2 % untuk pegawai negeri sipil. Namun menjadi sia-sia jika penyandang disabilitas kesulitan mengakses. Thisable Enterprise hadir untuk menjembatani masalah ini. Angkie dan thisable

Melawan Kemiskinan Dengan Sociopreneur Community

“Saya sedih, marah, kecewa kepada rentenir. Karena orang seperti itu hanya memeras dan merampas hak mereka orang miskin ketika tidak mampu membayar dan mengambil segala yang mereka miliki,” (Mohammad Yunus - Grameen Bank) Apa yang dikatakan Mohammad Yunus, peraih nobel perdamaian pada tahun 2006 tidaklah berlebihan. Jaringan rentenir secara masif mengintai kaum miskin, tega menyita habis hartanya, mirip lintah yang menyedot habis darah korbannya. Para rentenir dengan mudah kita temui di lapak-lapak pasar tradisionil. Umumnya mereka menagih siang hari, tatkala sebagian besar dagangan pemilik kios sudah habis terjual. Para pemilikkios inilah objek rentenir yang menawarkan modal dengan cara pengembalian nampak ringan karena dicicil setiap hari. Padahal jika dihitung jumlahnya amatlah besar, bahkan terus membelit hingga si peminjam tercekik tak mampu bernafas. Rentenir juga menjalankan operasinya di pemukiman padat. Berbekal rayuan manis, mereka mencari mangsa. Begi

Rahmat Jabaril, Sociopreneur dari Dago Pojok

sumber: twitter.com Pernah  mendengar mengenai sociopreneur? Bukan, artinya bukan wirausahawan/pebisnis yang membagikan profitnya untuk kegiatan sosial. Pebisnis demikian lebih tepat disebut  filantropis. Mereka menjalankan bisnis dengan target sebagian keuntungan untuk kegiatan sosial dan lingkungan, bak kelebihan makanan. Tidak heran jika dalam prakteknya, seorang filantropis acap tidak memedulikan aspek sosial dan lingkungan. Sedangkan seorang pebisnis sosial (sociopreneur) adalah seorang yang berbisnis untuk memecahkan masalah ekonomi, sosial serta lingkungan tertentu yang dihadapi masyarakat lewat mekanisme pasar. Keberlanjutan di ketiga dimensi (profit, people, planet) tersebut, melekat pada bisnis mereka. Salah satu diantara pebisnis sosial adalah Rahmat Jabaril. Sosok pendobrak yang berhasil mengembangkan suatu kampung kumuh di pojok Kota Bandung menjadi kawasan wisata, edukasi, dan hiburan dengan nama Kampung Kreatif Dago Pojok. Rahmat tidak saja berhasil