Bulan Juli dan Agustus 2012, tidak hanya bermandikan rahmat karena bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, tetapi penuh aktivitas tak terduga karena kedua komunitas dampingan menjadi pilihan BPLHD (Bandan Pengelolaan Lingkungan Hidup) Jabar dan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai “Kampung Proklim”
Untuk bahan presentasi, penulis harus berjibaku menyiapkan photo-photo terbaik diantara begitu banyak photo (pertemuan yang berlangsung setiap minggu) sementara pengarsipan amat sangat kurang baik mengakibatkan mata harus cermat memilih photo.
Photo yang ditampilkan adalah photo-photo makanan berbahan baku lokal, urban farming serta kegiatan lainnya seperti pameran , tamu yang datang ke komunitas serta apresiasi instansi terkait.
Sebagai contoh photo cake pisang ganyong sebagai berikut:
Mengerikan bukan? Cake menjadi tidak menggiurkan karena bentuknya mirip raksasa disamping Azka putri seorang anggota komunitas) . Hingga akhirnya cake diiris dan diphoto bersama Azka dan teman-temannya.
Lho kok si kue malah kelelep? …………apa boleh buat si kue harus tampil sendirian.
Agak lumayan tapi tetap salah karena sudut bidikannya tidak tepat. Sebagai contoh cake singkong almond yang diprotret dari atas seperti halnya cake pisang ganyong. Sama sekali tidak seksi bukan?
Bandingkan dengan hasil bidikan ini. Photo cake singkong diambil menyamping sehingga tampak lebih menggiurkan walaupun rupanya ibu-ibu memanggang almond terlalu gosong ^_^
Hmmmmmm……….tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan hasil photographer @Widianto h.Didiet yang dihiasi garnish. Betul-betul maha karya yang menggugah selera.
Tetapi pernah, komunitas menggunakan garnish untuk mengabadikan pizza singkong. Itupun karena akan diliput TVRI. Tetapi jangan salah, pizza ini masih setengah matang karena waktu yang diberikan mepet, bukan professional sehingga yaaaa……sekedar layak tampil.
Berbeda dengan makanan lokal, mengabadikan hasil urban farming ternyata mempunyai tantangan tersendiri. Contohnya tanaman bunga kol yang dibidik dari samping maka hanya akan menghasilkan ini:
Tetapi apabila dibidik dari atas akan tampak: ……………..wow!!
Demikian juga ketika memotret sekelompok orang atau seseorang yang sedang berdiri. Kita harus jongkok untuk menghindari hasil objek photo nampak cebol seperti berikut:
Tetapi tentu saja penulis tidak bisa meminta Rima (pengambil gambar) untuk jongkok karena dia sedang hamil 7 bulan. beruntung pada kesempatan berikutnya kita berphoto di saung yang letaknya relative tinggi. Hasilnya lebih bagus bahkan Rima tidak nampak terlampau gemuk perutnya.
Harus menampilkan photo bagus dengan pengetahuan terbatas dan kondisi lokasi komunitas yang tidak memungkinkan memaksa penulis harus belajar mengedit. Karena photo dihasilkan dengan penerangan seadanya, meja kursi seadanya, bahkan terkadang di meja warung berhimpitan dengan barang dagangan.
Hasilnya hmmmmm…….lumayanlah ……….. :)
Untung ada photo anak-anak sedang makan hasil olah pangan ibu-ibunya dengan lahap.
Memandangi hasil photo memang mengundang kegembiraan tersendiri. Juga decak kagum dan keharuan. Tak peduli apapun kameranya (tentu saja kamera canggih lebih oke ^_^), tapi penulis percaya hasil photo bukan tergantung apa kameranya tetapi pada siapa pemegang kamera tersebut.
Sebagai contoh ketika pada suatu event, penulis terpaksa menitipkan kamera pada seorang ibu yang menyatakan mampu. Tapi hasilnya:
Photo ini membingungkan karena tidak menampilkan apa-apa. Hanya nampak kerudung penulis dan orang jongkok yang dikerumuni. Tetapi menjelaskan banyak hal penting yaituphoto bukan sekedar objek dan kamera tetapi juga pengalaman serta pengetahuan , termasuk didalamnya shooting angle. Karena kesalahan memilih sudut bidikan tidak hanya akan menghasilkan photo nan membingungkan, model nampak seperti cebol juga photo makanan yang alih-alih mengundang selera eh malah mengerikan.
Comments
Post a Comment