Ibu-ibu Komunitas Sukagalih (dok. Maria G Soemitro) |
Suatu
keniscayaan bahwa kehadiran rentenir bak dua sisi mata uang, dibenci sekaligus
dibutuhkan. Di suatu saat kedatangannya bak dewa penolong tapi disaat lain bak
hantu yang ditakuti. Realitas yang terjadi dimasyarakat tersebut berlangsung masif.
Entah berapa juta keluarga hancur/sakit/jatuh miskin akibat terkena
jerat rentenir.
Tragedi yang menimpa pak Akiem, seorang warga masyarakat di
Kelurahan Sukagalih kecamatan Sukajadi merupakan contoh kasus ketidak berdayaan
melawan rentenir. Bermula meminjam uang Rp 100 ribu untuk menambah modal
warung, pinjaman tersebut membengkak menjadi ratusan ribu rupiah pada saat pak
Akiem terlambat membayar. Kemalangan bertambah ketika pak Akiem jatuh sakit dan
harus berulang kali dirawat di rumah sakit. Tidak ada tempat untuk meminjam uang,
rentenir datang bak pahlawan. Pahlawan yang menyeret mereka ke jurang
kemiskinan yang paling dalam karena pinjaman dengan cepat berubah menjadi
jutaan rupiah. Sehingga memaksa pak Akiem dan keluarganya menjual rumah untuk
membayar hutang pada rentenir.
Ada banyak kasus Akiem-Akiem lainnya. Salah satu jalan keluarnya
adalah menghimpun solidaritas membuat koperasi simpan pinjam, acap terbentuk diantara sekelompok profesi misalnya tukang ojek atau supir angkot. Mereka membutuhkan suntikan dana dalam waktu singkat, jumlahnya
relatif kecil dan tanpa agunan. Koperasi simpan pinjam yang terbentuk mandiri ini cukup ampuh melawan rentenir.
Bagaimana jika warga masyarakat tersebut tidak
berpenghasilan? Pengangguran terbuka
maupun pengangguran tertutup sering ditemui di kawasan pemukiman padat. Salah
satu solusinya mereka harus berkelompok membangun komunitas kewirausahaan sosial. Kewirausahaan
sosial adalah sebuah praktik kewirausahaan (bisnis) yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kebermanfaatan sosial. Untuk mencapai kemajuan mereka harus
solid serta menggunakan sistem keuangan syariah sehingga terjalin kepercayaan dan
berlangsung jangka panjang.
Salah satu komunitas yang telah berhasil adalah komunitas
Sukagalih di kecamatan Sukajadi. Mereka memiliki banyak kegiatan yang
menghasilkan rupiah, yaitu:
- Bank Sampah, jumlah yang dikumpulkan per hari memang tidak banyak. Tapi jika dihimpun dalam satu lingkungan rukun warga (RW) dan dalam hitungan bulan maka jumlahnya mencapai jutaan rupiah.
- Urban Farming, dimulai dari mengompos sampah dapur mereka menanam sayuran. Sayuran tersebut selain dikonsumsi sendiri (mengurangi pengeluaran harian) juga dijual ke warung-warung dan tukang sayur.
- Kerajinan. Penghasilan dari kerajinan tidak dapat diprediksi tapi erat kaitannya dengan bank sampah yaitu memanfaatkan limbah plastik yang tidak dapat dijual ke pengepul.
- Olah Pangan Lokal. Merupakan hasil eksperimen dalam rangka menyukseskan program pemerintah sekaligus terobosan varian makanan yang beredar di masyarakat. Hasilnya dijual di warung-warung, untuk memenuhi pesanan kantor pemerintahan dan acara-acara keagamaan di kawasan tersebut.
Penghasilan awal mereka tidak banyak, tapi terus
meningkat dari waktu ke waktu. Penghasilan tersebut selain dibagikan langsung
pada penggiatnya, 10 % dimasukkan ke kas koperasi simpan pinjam yang merupakan
modal awal koperasi simpan pinjam.
Azas
bisnis yang digunakan komunitas sesuai
keuangan syariah yaitu:
“usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara
sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau
tabarru’
yang memberikan pola pegembalian untuk menghadapi risiko
tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.” Fatwa DSNMUI no 21/DSN-MUI/IX/2001)
Dan sesuai
prinsip syariah yaitu:
"usaha saling tolong menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para peserta melalui
pembentukan kumpulan dana (Dana Tabarru ’) yang dikelola sesuai prinsip syariah
untuk menghadapi risiko tertentu" (PMK 18 /PMK.010/2010)
Berbeda dengan sistem keuangan konvensional, tujuan komunitas kewirausahaan sosial adalah kesejahteraan bersama. Sehingga uang yang terkumpul merupakan milik
anggota, pengurus hanya operator yang mengelola uang dan memiliki hak serta
kewajiban yang sama dengan anggota lain apabila ingin meminjam uang.
Pengurus komunitas kewirausahaan sosial harus melek finansial yang sesuai konsep Rahmatan
lil Alamin dengan mengambil langkah-langkah berikut:
- Memiliki perjanjian/akad yang jelas.
- Mengutamakan asas Adil, Jujur, Transparan, Ikhlas
- Tidak mengandung Riba, Gharar, Maysir dan transaksi sesuai syariah
- Perencanaan Keuangan yang barokah
- Jika diakhir tahun pembukuan terdapat keuntungan maka dibagikan pada anggota, bukan menjadi milik komunitas.
Setiap anggota
komunitas kewirausahaan sosial harus ikhlas menjalankan kegiatan. Di pihak lain
mereka harus memperoleh data yang transparan dan akurat agar tidak timbul
kecemburuan sosial. Jika terjadi ketidak ikhlasan dan kecemburuan, maka kegiatan
tersendat, terhenti dan berakibat semua manfaat yang dirasakan bersama menjadi lenyap.
Alhamdullilah
komunitas Sukagalih bisa melewati semua rintangan dan selalu membuat laporan di
setiap akhir tahun. Para anggotapun dipersilakan bertanya mengenai keuangan
agar tidak terjadi keraguan. Kesejahteraan bersama selalu diutamakan, karena merupakan pondasi utama keberlangsungan komunitas.
Di akhir tahun 2014 mereka merencanakan membuat pelatihan pemasaran online dengan menggandeng para pemuda yang selama ini bergabung dalam organisasi Ikatan Remaja Masjid dan Karang Taruna agar para pemuda tidak terpaku mencari pekerjaan di pabrik tetapi bisa mencari nafkah disekitar mereka tinggal. Dengan pertimbangan jika mereka bersatu maka jaringan komunitas akan semakin besar dan kokoh. Sanggup memerangi rentenir dengan menggunakan sistem keuangan syariah yang berlandaskan kepercayaan dan saling tolong menolong.
Satu buah lidi tidak berarti, tetapi seikat lidi yang membentuk sapu dapat menyapu kotoran. Berkah sebuah persatuan.
Di akhir tahun 2014 mereka merencanakan membuat pelatihan pemasaran online dengan menggandeng para pemuda yang selama ini bergabung dalam organisasi Ikatan Remaja Masjid dan Karang Taruna agar para pemuda tidak terpaku mencari pekerjaan di pabrik tetapi bisa mencari nafkah disekitar mereka tinggal. Dengan pertimbangan jika mereka bersatu maka jaringan komunitas akan semakin besar dan kokoh. Sanggup memerangi rentenir dengan menggunakan sistem keuangan syariah yang berlandaskan kepercayaan dan saling tolong menolong.
Satu buah lidi tidak berarti, tetapi seikat lidi yang membentuk sapu dapat menyapu kotoran. Berkah sebuah persatuan.
Sumber :
Bank Sampah (dok. Maria G. Soemitro) |
Olah pangan lokal (dok. Maria G. Soemitro) |
urban farming (dok. Maria G. Soemitro) |
Pembeli dan hasil kerajinan (dok. Maria G. Soemitro) |
Comments
Post a Comment