Tolong dukung calon Miss Indonesia … bla … bla ………
Demikian isi thread yang muncul di lini masa. Dengan
semakin banyaknya pengguna media sosial, marak pula iklan, kampanye dan
permintaan dukungan. Umumnya pihak penyelenggara acara mensyaratkan vote/dukungan
pada pesertanya karena merupakan cara mudah dan murah untuk menaikkan
rating/mempromosikan gelarannya. Apakah pengumpul vote terbanyak akan menang?
Bisa ya bisa tidak. Mengapa? Mmmm…, salah satunya karena rawan kecurangan alias
bukan vote murni.
Oke kita ngga bahas itu. Tapi mengenai seorang
kontestan Miss Indonesia 2015 yang mengikuti mata kuliah dan kepanitiaan
inklusi yang fokus dalam pelayanan bagi penyandang cacat dan berujar:
”Terkadang
kesempurnaan yang kita miliki membuat lupa bahwa di sekeliling kita masih
banyak yang kekurangan dan butuh uluran tangan,”
Sangat disayangkan, karena harusnya sebagai calon Miss
Indonesia dia tidak hanya bisa gugling tentang penyandang difabel yang
keberatan mendapat julukan penyandang cacat tapi juga berkenalan lebih jauh
dengan mereka.
Arti cacat sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah
cacat /ca·cat/ n 1 kekurangan yg
menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yg terdapat pd
badan, benda, batin, atau akhlak)
sedangkan difabel bermakna different ability
(perbedaan kemampuan)
Mengapa hal demikian dipermasalahkan? Karena cara pandang
seseorang bermula dari pemahamannya. Jika yang dia pahami seseorang yang
memiliki perbedaan kemampuan pendengaran, penglihatan, fisik berarti
memiliki kekurangan dan harus dikasihani maka dia akan menyudutkan posisi
mereka sebagai orang tak berdaya.
Ini memang opini, tapi perhatikan statemennya: “kesempurnaan yang
kita miliki membuat lupa bahwa di sekeliling kita masih banyak yang kekurangan
dan butuh uluran tangan,”
Wow, betulkah seseorang yang raganya 'nampak' sempurna sah
berujar demikian? Sementara seorang penyandang difabel sendiri tidak berharap uluran
tangan/dikasihani. Jika dia mohon dikasihani , posisinya sama saja dengan
seorang ibu yang mendatangi pak Ahok, Gubernur DKI Jakarta untuk memohon
sedekah. (berita disini)
Apakah dia seorangyang tak mampu berjuang mencari sesuap nasi?
Bukankah dia cukup sehat tanpa meminta-minta? Persis sama
dengan penyandang difabel yang juga memiliki kemampuan. Hanya karena lingkungan
yang tidak mendukung sejak mereka lahir (bahkan orang tua acap menganggap
mereka sebagai aib) maka peluang mereka bekerja tidak seluas warga masyarakat
umumnya.
Contohnya Faisal Rusdi, terlahir sebagai penyandang
cereberal palsy (CP) dia tidak bisa mengontrol gerak tangannya, sehingga
keahlian apapun yang membutuhkan ketrampilan tangan tak mampu Aal (nama
panggilannya) kuasai. Akhirnya Aal belajar melukis dengan menggunakan mulut.
“Bukan sesuatu yang istimewa, semua orang jika berlatih pasti bisa”, jelas Aal.
Sekarang Aal telah menerima penghasilan tetap yang cukup besar karena dia bergabungg dengan Association of Mouth and Foot Painting Artists of the World. Kesehariannya mencari nafkah dengan melukis sepertii layaknya suami lain yang harus menafkahi istrinya, Cucu Saidah.
Sekarang Aal telah menerima penghasilan tetap yang cukup besar karena dia bergabungg dengan Association of Mouth and Foot Painting Artists of the World. Kesehariannya mencari nafkah dengan melukis sepertii layaknya suami lain yang harus menafkahi istrinya, Cucu Saidah.
Tidak
hanya mandiri bagi diri dan keluarganya, Aal juga memperjuangkan ruang publik yang
aksesibel bagi semua penyandang difabel. Jika berhasil, manfaatnya otomatis
akan dirasakan warga lainnya seperti orang berusia lanjut, ibu hamil dan
anak-anak. Mereka dapat berjalan melalui trotoar tanpa harus berperang dengan
PKL, pot tanaman hias serta proyek-proyek mangkrak lainnya.
Selain
Aal, penyandang difabel yang mandiri adalah Handayani dan Erna. Erna,
dengan kemampuannya merangkai limbah kemasan,
dia sudah melatih puluhan napi dan tahanan di lapas perempuan Sukamiskin
Bandung.
Demikian
juga Handayani, selain melatih di lapas Sukamiskin Bandung, Yani telah melatih
ratusan bahkan ribuan anak-anak sekolah dan warga masyarakat di Kota Bandung.
Yani di depan siswa Taruna Bakti Bandung |
Bandingkan
kiprah mereka dengan gambar dibawah ini dan ribuan pengemis yang hanya
menadahkan tangan.
Siapa
yang cacat?
manusia silver (dok. Maria G.) |
`
Tulisan
ini bukan untuk mendiskreditkan seorang calon Miss Indonesia, tapi sebagai
seorang calon duta, ada baiknya dia memahami masalah sebelum tampil dan
mengumbar suatu statemen. Bukankah mereka tidak hanya dinilai ‘beauty’ tapi
juga ‘brain dan behaviour’nya?
Semoga
sukses.
Comments
Post a Comment