Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2013

Setelah Revolusi Hijau, Terbit Kedaulatan Pangan

padi di pekarangan rumah p. Sobirin (dok. Supardiyono Sobirin) Setiap pembicaraan mengenai pangan lokal, saya selalu di- colek-colek oleh rekan sejawat. Mungkin karena mengetahui betapa geramnya saya terhadap pemerintah Indonesia yang selalu mengimpor pangan sementara potensi dalam negeri begitu besarnya. Sehingga dalam setiap kesempatan yang memungkinkan, saya selalu meminta peluang menanam tanaman pangan di taman (ruang publik) maupun di area urban farming. Pangan adalah kebutuhan utama manusia, terletak di dasar piramida teori Maslow. Sayangnya pada jaman orde baru pemerintah Indonesia tergoda revolusi hijau yang diterapkan pemerintah India. Revolusi Hijau, sebuah istilah yang digulirkan pertama kali oleh William Gaud, Direktur United States Agency for International Development ( USAID ) , suatu badan pembangunan internasional Amerika Serikat. Istilah Revolusi Hijau digunakan untuk me

Terimakasih Reta Yudistyana - Bandung Review

 http://bandungreview.com/articles/view/1063/spesial-kartini-maria-hardayanto-komunitas-menulis-membuat-lebih-hidup Spesial Kartini: Maria Hardayanto, Komunitas & Menulis Membuat Lebih Hidup Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Rasanya pepatah itu tepat disematkan pada sosok aktifis di bidang lingkungan, Maria Hardayanto. Awalnya adalah peristiwa “Bandung Lautan Sampah”, 2005. Sebuah julukan yang tidak enak di dengar, mengingat Bandung sebelumnya selalu identik dengan slogan “Berhiber”-nya, bersih, hijau, dan berbunga. Saat itu, timbunan sampah terlihat di mana-mana. Bau menyengat pun nyaris menjadi ‘pemandangan’ sehari-hari warga kota. Beberapa media cetak menyatakan, realitas ini terjadi sebagai dampak dari longsornya TPA Leuwi Gajah yang terletak di perbatasan Cimahi dan Bandung. Akibatnya, sampah-sampah yang dihasilkan warga menumpuk di TPS atau dibiarkan di pinggir jalan. “Pola pikir saya saat itu masih seperti

Yuk, Nabung di Bank Sampah

Bank Sampah,mengumpulkan, membawa ke pengepul, mencatat (dok. Maria Hardayanto) Bak menjilat ludah sendiri, itulah yang saya rasakan ketika mendirikan Bank Sampah bersama dua komunitas dampingan di Bandung. Sebelumnya saya menolak karena kuatir akan memicu meningkatkan konsumsi produk kemasan oleh anggota komunitas sehingga jumlah sampah semakin banyak. Tidak sesuai prinsip 3R yang pertama yaitu: reduce atau mengurangi sampah. Pertimbangan lainnya, Bank Sampah membutuhkan: Tempat penampungan sampah anorganik. Hampir mustahil diadakan di perumahan padat penduduk karena mereka sudah bersempit-sempit ria dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sumber daya manusia. khususnya untuk pencatatan yang lumayan ribet karena banyaknya jenis sampah anorganik. Minimal ada 3 jenis plastik (bekas minuman, plastik bening, kresek), kaleng, kertas duplek, kertas kardus, kertas k