Skip to main content

Yani dan Erna, Penyandang Disabilitas yang Telah Berhasil Melatih Ribuan Orang



Yani dan Erna serta kegiatan-kegiatan mereka (dok. Maria Hardayanto)


Panik! ! Waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB. Pelatihan bersama narapidana dan tahanan perempuan di lembaga pemasyarakatan (LP) perempuan golongan IIA  Bandung harus segera dimulai.  Tapi dua pelatihnya, Yani dan Erna belum juga tiba. Untunglah koneksi pada ponsel Erna akhirnya tersambung:
“Bu, Erna salah turun. Erna turun di  LP pria Sukamiskin . Gimana dong?”
“Panggil ojek, Er. Naik ojek kesini. Bilang aja mau ke LP perempuan  di jalan Pacuan Kuda”.
“Nggak ada ojek yang lewat, bu”
Wuaduhh, ……… dengan bergegas, penulis meninggalkan  ibu Neneng dan berlari keluar dari lokasi LP sambil membaca sms yang baru masuk. Rupanya Yanipun turun di lokasi yang sama tapi salah, yaitu LP kelas I yang terletak di jalan Raya Sukamiskin Bandung.


Letak LP khusus pria di jalan Sukamiskin  dan LP perempuan di jalan Pacuan Kuda, memang hanya berjarak kurang lebih 100 meter. Tetapi trotoar kota Bandung yang tidak bersahabat menimbulkan kesulitan tersendiri bagi Yani dan Erna yang kebetulan berbeda dengan ibu Neneng pelatih ketiga karena Yani dan Erna adalah penyandang disabilitas. Jarak yang bisa penulis tempuh dalam waktu 5 menit harus  ditempuh selama sejam oleh mereka berdua. Untunglah di dekat LP ada pangkalan  tukang ojek yang  bersegera membantu menjemput dan mengantar mereka. Walau  akhirnya pelatihan tetap ngaret satu  jam dari waktu yang dijadwalkan. 


Yani dan Erna, keduanya terserang virus polio yang menyebabkan kaki mereka mengecil. Bedanya, hanya sebelah kaki Yani yang mengecil sedangkan Erna dua -duanya  sehingga harus menggunakan kruk untuk bantuan berjalan. Persamaannya, keduanya mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup dari keluarga. Bahkan terkadang berlebihan, sesuatu yang bisa dipahami karena orang tua mana yang tega melihat anak kandungnya harus beringsut-ingsut naik ke atas angkutan umum atau terkadang “ngesot” ketika harus menaiki /menuruni tangga.


Tetapi  yang melegakan , Yani dan Erna serta sekitar 18 penyandang disabilitas lainnya,  bersemangat untuk mandiri. Mereka sadar, tak selamanya bisa menggantungkan diri pada orang tua. Karena itu mereka mengikuti pelatihan  demi pelatihan yang di dukung dan didampingi penulis. Hanya Yani dan Erna yang berakhir hingga finish. Selebihnya memilih  melakukan kegiatan lain sesuai passion-nya, seperti melukis, berlatih drama dan membuat puisi untuk kemudian membukukannya.


Awal kegiatan pelatihan mereka sebetulnya hanya sebagai  bagian kegiatan penulis yang berkecimpung di bidang lingkungan hidup. Bingung mencari solusi hasil pemilahan ibu-ibu pengajian dan anak-anak sekolah, akhirnya terbetik ide  mendukung niat para penyandang disabilitas  untuk berwirausaha.
Ternyata implementasi  tidak sesederhana ide.  Mobilitas mereka tidak seperti  penulis yang dengan mudahnya berlari mengejar bus atau bergelantungan di bus kota untuk membeli bahan pembantu kerajinan. Juga mobilitas mengambil bahan baku bekas kemasan plastik dan kain perca dari rumah penulis. Membutuhkan tenaga dan uang transport yang lumayan sehingga “berat di ongkos” ^_^ . 
Tetapi yang terpenting tentunya jaringan pemasaran. Produksi tanpa pemasaran yang tangguh bukan berwirausaha namanya.


Karena itu mereka menjadi pelatih kerajinan. Sudah banyak lembaga, perseorangan dan komunitas ibu-ibu yang dilatih Yani dan Erna. Ketika penulis iseng menghitung, ternyata Yani dan Erna sudah melatih ribuan orang. Yang terbanyak adalah anak-anak sekolah. Pelatihan ini diselipkan ke pelajaran lingkungan hidup sebagai solusi  hasil pemilahan ibu-ibu dan anak sekolah. Umumnya adalah bekas kemasan plastik berlapis alumunium seperti bungkus kopi, bungkus detergent dan bungkus camilan.


Di Indonesia bekas kemasan plastik berlapis alumunium memang belum direcycle karena biaya recycle  lebih tinggi dibanding apabila produsen mengimpor biji plastik dan mengolahnya menjadi kemasan baru. Kewajiban produsen produk ini untuk sementara  diambil alih para pelatih seperti Yani dan Erna serta ibu-ibu rumah tangga. 


Berapa rupiah penghasilan Yani dan Erna? Tidak menentu, tergantung  berapa banyak permintaan melatih kerajinan. Terlebih sekarang sudah banyak pesaing bahkan di youtubepun cara membuat kerajinan ini sudah diunggah. Tetapi bagi Yani dan Erna, makna kegiatan melatih kerajinan lebih dari sekedar  materi. Karena dengan melatih, Yani dan Erna mendapat tempat selevel  dengan guru. Sesuatu yang  tidak berani dibayangkan oleh keduanya yang kebetulan hanya lulus SMP. Mereka hanya lulus SMP bukan karena bodoh tetapi lebih disebabkan orang tua mereka  melang (khawatir) melepas anaknya sekolah jauh dari rumah. Jumlah bangunan SMP memang lebih sedikit dan jaraknya lebih jauh dari rumah dibanding  SD.
Apa pengalaman mengajar yang paling mengesankan bagi mereka? Yani bercerita tentang pengalaman menyedihkan yang membekas yaitu mengajar seorang ibu dosen dari pagi hingga menjelang sore. Hingga si ibu tersebut mampu membuat sebuah dompet, tetapi  kemudian  pergi begitu saja. Tidak memberi penghargaan  serupiahpun dan Yani enggan meminta.


Pengalaman Erna lain lagi. Sewaktu  mengajar pertama kali,  jemari tangan Erna bergetar tak kunjung berhenti. Mungkin semacam “demam panggung” karena terlalu excited. Celakanya karena gemetaran, dia  tidak mampu menggunting bekas kemasan plastik ketika harus menerangkan  pada murid-murid SMP Al Farisi Bandung, bagaimana cara menggunting dan melipat yang benar. Beruntung dia mengajar bersama  Yani yang segera mengambil alih dan Ernapun meneruskan mengajar ketika sudah mampu mengendalikan diri.
Sungguh pengalaman yang mengesankan dan membanggakan bagi Erna karena untuk pertama kalinya dia merasa menjadi “sesuatu”  atau istilah kerennya menjadi “someone”. Sebagai  penyandang disabilitas yang lama terkucil, pendidikan di sekolahpun tidak dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, Erna merasa terharu  dikerumuni anak-anak sekolah yang bertanya tanpa henti dan memanggilnya : “ibu guru”.


Kini Erna (32 tahun), belum menikah,  lebih sering melewatkan waktunya di rumah. Merawat ayahnya yang terkena stroke tahun 2011 silam sambil membuat kerajinan bekas kemasan plastik dan kain perca serta menunggu warung yang menjual kebutuhan sehari-hari. Terkadang hasil kerajinannya dibeli oleh tetangga atau tamu yang berkunjung.


Sedangkan Yani (36 tahun) tenggelam dalam kesibukannya mengurus 2 buah hatinya dan suaminya yang kebetulan penyandang disabilitas juga. Selain sesekali memberi pelatihan kerajinan kemasan plastik, Yanipun aktif berlatih untuk Pekan Olah Raga Penyandang Cacat Daerah karena dia adalah atlet balap kursi roda. Pernah menyabet medali perak untuk 100 m dan 200 m sekaligus di tahun 2006. Kemudian meraih medali perunggu untuk jarak 100 m dan 200 m di tahun 2010.


Sebagai anggota Bandung Independent Living Centre (BILIC), Yani dan Erna mempunyai rekan sesama penyandang disabilitas yang harus mereka bina. Masing-masing 2 orang. Sayangnya kedua rekan binaan Erna mengalami cereberal palsy sehingga kedua lengannya bergetar tak terkontrol dan tidak bisa menggunting apalagi melipat bahan baku untuk kerajinan.  Sedangkan rekan binaan Yani “hanya” lumpuh kedua kakinya, agak berat karena tidak mampu mengontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)nya tetapi mampu mengikuti latihan yang diberikan Yani untuk membuat kerajinan. Bahkan kegiatan itulah yang mengisi keseharian kedua rekan dampingan Yani sehingga mereka tidak pilih-pilih bahan baku kerajinan. Apapun jenis plastik yang mereka temui langsung mereka kreasikan.


Pihak dinas sosial memang sering memberi pelatihan berupa kerajinan menyulam dan menjahit. Tapi tidak pernah memberi pengarahan apalagi solusi untuk memasarkan hasil produknya. Sehingga ilmu tersebut sering ditawarkan pada ibu-ibu komunitas yang tentu saja disambut gembira.  Ilmu haruslah bermanfaat, mungkin demikian prinsip Yani dan Erna.


Tulisan ini penulis dedikasikan bagi para penyandang disabilitas yang tak pernah menyerah dalam keterbatasan fisik dan  materi. Untuk mengapresiasi mereka karena  selalu bersemangat  memberikan ilmunya tanpa pamrih.
Semoga bermanfaat…………….amin
**Maria G. Soemitro** 

Erna dan hasil akhir murid-muridnya (dok. Maria Hardayanto)

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Tumpeng Singkong Yang Lekker

  Nasi tumpeng singkong pesanan Kecamatan Sukajadi Siapa yang tak kenal tumpeng? Setiap syukuran rumah baru, ulang tahun, khitanan dan berbagai even lain, umumnya penyelenggara pesta menghidangkan tumpeng. Mungkin karena mudah, tidak bingung menyerasikan nasi dan lauk pauknya. Yang penting rame ketika acara motong tumpeng yang biasanya ditandai dengan menyendok puncak tumpeng dan memberikan pada seseorang yang dihormati/disayangi.  Ternyata bentuk tumpeng yang mengerucut keatas merupakan symbol agar kualitas hidup terus meningkat, sedangkan lauk pauk menjadi symbol ekosistem kehidupan alam. Itulah mungkin penyebab begitu beragamnya lauk yang tersaji di tumpeng, mulai dari urap, telur balado, ayam goreng, sambal goreng tempe, perkedel dan tentu saja tak pernah ketinggalan: “sambal!” Mengingat begitu seringnya tumpeng disajikan, kamipun memutar otak agar syukur-syukur jika suatu kali nanti mendapat order, minimal ya memperkenalkan makanan olahan singkong dalam bentu

Imas Masitoh; Perempuan Pejuang dari Kampung Cibungur

Hidup dengan kekurangan materi tidak menyurutkan langkah Imas Masitoh Resmiati untuk berbuat baik pada sesama. Penjual gorengan berusia 42 tahun ini merasa terenyuh melihat banyaknya anak yatim piatu   disekitar tempat tinggalnya.   Imas memahami betapa mereka butuh perhatian dan kasih sayang. Kebutuhan intangible yang sering tidak dipedulikan   di masa serba cepat dan instan ini. Padahal banyak diantara anak yatim piatu yang tergolong anak berkebutuhan khusus. Imaspun   akhirnya   berinisiatif mengasuh mereka. Apa yang dilakukan Imas tergolong nekad. Penghasilan dari hasil menjual gorengan dan keset hasil kerajinan tangan yang dijajakan dari rumah ke rumah, jelas tidaklah cukup. Ditambah suaminya pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja. Rumah kecilnya juga tidak dapat menampung penghuni baru karena Imas sudah memiliki 2 anak. Namun Imas percaya, Tuhan akan membantu setiap perbuatan baik. Dan keyakinannya terbukti, bantuan mengalir. Jumlah anak yang diasuhnya bertam

Perkedel Singkong Yang Yummyyyy........

  perkedel singkong, selalu disertakan pada tumpeng singkong Awalnya hanya ajakan untuk membuat nasi tumpeng singkong, sebagai pengganti nasi tumpeng beras yang jamak ditemui diperhelatan. Ternyata salah seorang anggota komunitas, ibu Odang berkreasi membuat perkedel singkong. Rasanya? Luar biasa, yummyyy …… mungkin karena ngga bikin eneg ya? Menurut ibu Odang, singkong bisa diparut halus dahulu kemudian dibumbui, atau dikukus hingga mekar kemudian dihaluskan selagi panas. Bahan-bahannya sebagai berikut: 500 gram singkong 100 gr daging cincang 1 sendok makan margarin 3 siung bawang putih dikeprek 2 siung bawang merah diiris halus 2 lembar daun bawang Merica secukupnya Pala halus secukupnya Garam secukupnya 1 kuning telur 1 putih telur Minyak untuk menggoreng Cara membuat: 1.     Panaskan margarine, tumis bawang merah dan bawang putih yang telah diulek bersama merica dan pala. 2.     Masukkan daging cincang, masak hingga harum dan ai