Skip to main content

Berceloteh Dengan Anak-anak Tentang Banjir, LRB dan Sampah


13268179272083971286
Anak-anak belajar proses banjir dan mengetahui kegunaan LRB (kiribawah) serta sumur resapan (kanan bawah)
“Daunnya dipetiki anak-anak untuk mainan, bu”, keluh ibu-ibu komunitas Engkang-engkang. Suatu komunitas warga bantaran sungai Cidurian yang sedang bersemangat menata lingkungannya. Mereka belajar urban farming, bertanam sayuran dan tanaman hias dalam pot untuk kemudian disimpan berjejer di sepanjang jalan-jalan setapak RW 10, Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung.

Tetapi rupanya anak-anak kecil nan tak berdosa ini merasa asing dengan lingkungan baru tersebut. Mereka lebih akrab dengan pemandangan sehari-hari ketika jalan-jalan lengang berdebu dan kantung plastik berisi sampah bergelantungan di sepanjang jalan sementara ibu-ibunya asyik menyiangi sayuran untuk memasak sambil mengobrol dengan tetangga.

Bangunan rumah yang tidak menyisakan ruang terbuka hijau dan jalan setapak yang sempitlah penyebab para penghuninya enggan bercocok tanam. Karena itu tingkah polah anak-anak lucu tersebut tidak dapat disalahkan. Tidak juga dengan tindakan ekstrim sebagian ibu yang mengawasi dengan ketat keberadaan tanaman-tanamannya atau lebih ekstrim lagi yaitu membawa masuk tanaman ke dalam rumah agar tidak ada tangan-tangan mungil yang serba ingin tahu.

Jalan keluarnya adalah melibatkan mereka dalam setiap kegiatan orangtuanya. Sehingga diharapkan mereka memahami kegunaan tanaman. Dan tanaman dalam pot berbeda dengan sayuran yang biasa dipetiki ibunya sebelum memasak tumis kangkung.

Ada 3 hal yang perlu dipahami anak-anak dengan benar, dan ketiganya diharapkan membantu mereka terhindar dalam perusakan lingkungan.
  • Belajar menanam biji buah. Sebelum  belajar menanam mereka harus diberi pengertian sederhana tentang kebutuhan utama manusia yaitu bernafas dan keterkaitan pohon penyuplai oksigen dengan cara memencet hidung masing-masing. Serta bagaimana pohon sebagai mahluk hidup akan menangis apabila daunnya tiba-tiba dipreteli. Sesudah itu mereka mendapat pembagian pot kecil atau bisa dianjurkan bekas gelas plastik, bekas plastik jajanan sebagai tempat menanam. Biji yang ditanam berasal dari buah-buahan yang mereka makan atau mereka temui di jalan. Mengapa biji buah? Karena umumnya orangtua membeli tanaman hias. Sehingga anak-anak kehilangan moment memperhatikan tanaman yang tumbuh sejak dari biji , muncul bakal akar, daun danseterusnya.  Setelah cukup umur, tanaman dipindah ke polybag atau ke pot yang lebih besar dan diberi nama sesuai nama si anak. Selanjutnya bersama orangtua mereka pergi ke bukit/gunung yang mulai gundul dan menanam pohon yang telah diberi nama tersebut. Secara periodik acara menanam pohon ke bukit/gunung ini dilaksanakan agar anak-anak bisa melihat perkembangan pohon-pohon yang sebelumnya mereka tanam dan menanam pohon yang baru. Demikian seterusnya, sehingga anak-anak bisa berkontribusi dalam penghijauan sekaligus edukasi dari hulu. Karena rasa memiliki alam harus dimiliki anak-anak semenjak usia dini. Bagi yang berdomisili di daerah Bandung, bisa menanami gunung Manglayang, gunung Geulis, Punclut, Karst Citatah Padalarang, wilayah masyarakat adat Cireundeu. Bisa juga menghubungi cabang Walhi setempat untuk mendapat informasi daerah kritis yang wajib ditanami.

  • Banjir. Pernah bertanya pada anak, mengapa terjadi banjir? Umumnya mereka menjawab karena sampah. Tidak salah sih, tapi anak yang kritis akan menjawab bahwa sampah yang dibuangnya sangat sedikit sedangkan air sungai dan air selokan sangatlah deras tatkala hujan lebat. Jadi bagaimana mungkin aliran air itu tidak bisa membawa sampah ke laut? Ya, harapan laut akan menyelesaikan sampah terjadi sejak di perkotaan. Karena itulah mereka “aktif” membuang sampah ke aliran sungai dan saluran air. Mengakibatkan sungai Citarum dinobatkan sebagai sungai terkotor di dunia. Penulis mencoba memvisualisasikan terjadinya banjir dengan menggunakan wadah kosong setinggi 15 cm, kantung plastik untuk menutup wadah tersebut dan membiarkan sisa kantung plastik melengkung membentuk cekungan dibawah. Pada bagian atas wadah diletakkan pot kecil sebagai pengandaian gunung yang masih belum gundul dan menyiramnya dengan air. Air akan tertampung di wadah karena air akan melewati lubang-lubang kecil di dasar pot dan menggenang di wadah atas. Hal tersebut membuktikan bahwa daerah pemukiman di bawah gunung tidak terkena banjir karena adanya pohon-pohon yang mengikat tanah dan membantu peresapan. Pot kemudian diambil, plastik diratakan diatas wadah kemudian disiram air lagi. Otomatis air akan melimpah kemana-mana termasuk kecekungan kantung plastik sebagai visualisasi banjir yang merendam rumah-rumah. Jalan keluarnya ditunjukkan dengan menusuk-nusuk cekungan plastik menggunakan obeng. Visualisasi terakhir ini menunjukkan kegunaan sumur resapan dan lubang resapan biopori (LRB) yang selama ini anak-anak lihat tapi tidak diketahui kegunaannya. Setelah pelajaran, anak-anak ditunjukkan cara membuat LRB atau menunjukkan sumur resapan apabila daerah tersebut memilikinya.

  • Sampah. Anak-anak selalu diajarkan membuang sampahnya sendiri. Tetapi bagaimana dengan sampah yang bertebaran yang mereka temui sehari-hari? Entah di depan rumah, madrasah tempat mereka belajar atau tempat umum lainnya. Ada baiknya mengajak mereka berpatisipasi secara periodik. Mengumpulkan sampah yang bertebaran dimana-mana dan membuangnya pada tempat yang seharusnya. Selain memberi edukasi pada anak-anak sejak usia dini juga diharapkan pembuang sampah akan merasa malu karena sampahnya dipunguti oleh anak-anak kecil.
Anak adalah tumpuan masa depan bangsa dan negara. Bagaimana anak-anak mendapat edukasi maka akan seperti itulah mereka kelak.

Edukasi termudah adalah memberi contoh, mengajak dan melibatkan mereka dalam setiap kegiatan pelestarian lingkungan. Walaupun akhirnya yang mereka kerjakan adalah berlarian kesana kemari sambil sesekali merengek uang jajan.

Ingatan anak-anak bagaikan kertas putih polos yang mudah ditulis dan digambar indah atau malah dicoret-coret. Karena itu pengenalan pengelolaan sampah sejak dini akan dikenangnya hingga usia dewasa. Dan keterlibatan mereka dalam menghijaukan kembali lahan kritis seperti puncak bukit dan lereng gunung diharapkan bisa menumbuhkan rasa memiliki. Serta kelak menjauhkan mereka dari godaan untuk menjual kawasan terlarang tersebut. Semoga.

We do not inherit the earth from our ancestor, we borrow it from our children (Ancient Native American Proverb)

**Maria G Soemitro**

13268176731900716173
anak-anak belajar menanam sejak biji hingga tumbuh pohon cukup umur
1326817823199612262
13268178851340987814
13268174281270488621
Anak-anak ikut tertawa senang ketika banjir melanda (dok. Dikri Jack)
13268180732076480151
Dengan senangnya anak-anak berlarian mengumpulkan sampah (dok. Maria G Soemitro)

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Tumpeng Singkong Yang Lekker

  Nasi tumpeng singkong pesanan Kecamatan Sukajadi Siapa yang tak kenal tumpeng? Setiap syukuran rumah baru, ulang tahun, khitanan dan berbagai even lain, umumnya penyelenggara pesta menghidangkan tumpeng. Mungkin karena mudah, tidak bingung menyerasikan nasi dan lauk pauknya. Yang penting rame ketika acara motong tumpeng yang biasanya ditandai dengan menyendok puncak tumpeng dan memberikan pada seseorang yang dihormati/disayangi.  Ternyata bentuk tumpeng yang mengerucut keatas merupakan symbol agar kualitas hidup terus meningkat, sedangkan lauk pauk menjadi symbol ekosistem kehidupan alam. Itulah mungkin penyebab begitu beragamnya lauk yang tersaji di tumpeng, mulai dari urap, telur balado, ayam goreng, sambal goreng tempe, perkedel dan tentu saja tak pernah ketinggalan: “sambal!” Mengingat begitu seringnya tumpeng disajikan, kamipun memutar otak agar syukur-syukur jika suatu kali nanti mendapat order, minimal ya memperkenalkan makanan olahan singkong dalam bentu

Imas Masitoh; Perempuan Pejuang dari Kampung Cibungur

Hidup dengan kekurangan materi tidak menyurutkan langkah Imas Masitoh Resmiati untuk berbuat baik pada sesama. Penjual gorengan berusia 42 tahun ini merasa terenyuh melihat banyaknya anak yatim piatu   disekitar tempat tinggalnya.   Imas memahami betapa mereka butuh perhatian dan kasih sayang. Kebutuhan intangible yang sering tidak dipedulikan   di masa serba cepat dan instan ini. Padahal banyak diantara anak yatim piatu yang tergolong anak berkebutuhan khusus. Imaspun   akhirnya   berinisiatif mengasuh mereka. Apa yang dilakukan Imas tergolong nekad. Penghasilan dari hasil menjual gorengan dan keset hasil kerajinan tangan yang dijajakan dari rumah ke rumah, jelas tidaklah cukup. Ditambah suaminya pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja. Rumah kecilnya juga tidak dapat menampung penghuni baru karena Imas sudah memiliki 2 anak. Namun Imas percaya, Tuhan akan membantu setiap perbuatan baik. Dan keyakinannya terbukti, bantuan mengalir. Jumlah anak yang diasuhnya bertam

Perkedel Singkong Yang Yummyyyy........

  perkedel singkong, selalu disertakan pada tumpeng singkong Awalnya hanya ajakan untuk membuat nasi tumpeng singkong, sebagai pengganti nasi tumpeng beras yang jamak ditemui diperhelatan. Ternyata salah seorang anggota komunitas, ibu Odang berkreasi membuat perkedel singkong. Rasanya? Luar biasa, yummyyy …… mungkin karena ngga bikin eneg ya? Menurut ibu Odang, singkong bisa diparut halus dahulu kemudian dibumbui, atau dikukus hingga mekar kemudian dihaluskan selagi panas. Bahan-bahannya sebagai berikut: 500 gram singkong 100 gr daging cincang 1 sendok makan margarin 3 siung bawang putih dikeprek 2 siung bawang merah diiris halus 2 lembar daun bawang Merica secukupnya Pala halus secukupnya Garam secukupnya 1 kuning telur 1 putih telur Minyak untuk menggoreng Cara membuat: 1.     Panaskan margarine, tumis bawang merah dan bawang putih yang telah diulek bersama merica dan pala. 2.     Masukkan daging cincang, masak hingga harum dan ai