![]() |
sumber:plukme.com |
Siapa yang tak mengenal Kartini, sosok yang memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia? Mungkin tak ada. Tanggal lahirnya, 21 April diperingati sebagai Hari Kartini dan dimeriahkan oleh anak sekolah hingga pegawai kantoran.
Namun nampaknya hanya sedikit yang tahu bahwa selain Kartini, ada
3 tokoh perempuan Sunda yang jasanya tak kalah mulia. Mereka adalah Raden Dewi
Sartika, Raden Ayu Lasminingrat dan Raden Siti Jenab.
Telah diakui sebagai Pahlawan Nasional, Raden Dewi Sartika
berjuang memuliakan perempuan melalui jalur pendidikan. Sakola Istri yang
dibangunnya pada tahun 1904 tetap kokoh berdiri hingga sekarang. Berganti nama
menjadi Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1910, bangunan sekolah yang telah
berpindah dari pendopo Kabupaten Bandung dapat dilihat di Jalan Kautamaan Istri
Kota Bandung.
Sosok kedua adalah Raden Ayu Lasminingrat, merupakan tokoh
emansipasi perempuan, pelopor pendidikan dan aktivis Perempuan Sunda.
Jasanya dalam kepenulisan membuat Raden
Ayu Lasminingrat dihormati sebagai
peletak dasar sastra Sunda modern.
Pada tahun 1907 Raden Ayu Lasminingrat mendirikan Sekolah
Kautamaan Istri di Pendopo Kabupaten Garut.
Pada masa kependudukan Jepang, Sakola Kautamaan Istri berubah nama
menjadi Sekolah Rakyat (SR) dan mulai menerima murid laki-laki.
Tahun 1950, SR berubah nama menjadi SDN Ranggalawe I dan IV.
Pengelolanya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Daerah Tingkat II Garut
mengubah nama sekolah menjadi SDN Regol VII dan X.
Jika sekolah yang didirikan Raden Dewi Sartika di Bandung dan
Raden Ayu Lasminingrat di Garut, lancar
operasionalnya serta bangunannya masih
kokoh. Tidak demikian halnya dengan sekolah yang didirikan Raden Siti Jenab di
Kabupaten Cianjur. Terancam digusur
karena lahannya akan digunakan sebagai lapangan parkir
kendaraan.
Siapa R Siti Jenab atau yang biasa dipanggil Ibu Jenab?
Lahir pada tahun 1980, Siti Jenab merupakan perempuan bangsawan.
Ayahandanya bernama Raden Martadilaga, keturunan langsung Dalem Cikondang
melalui garis keturunan Dalem Aria Martayuda, R Krijawadana, R Krijajuda, R
Dipajuda, R Raden Dipamanggala (Patih Purwakarta) dan R Martadilaga.
Sedangkan ibundanya, Nyi Raden Siti Mariah mempunyai kekerabatan
dengan priyayi Brebes.
Pada akhir abad ke-19, Pemerintah Hindia Belanda memperkenalkan
sistem pendidikan Barat untuk masyarakat pribumi dengan tujuan memperoleh
tenaga terdidik bergaji murah. Hanya kaum pria yang bisa menikmati pendidikan
tersebut. Kaum perempuan cukuplah mengurus area domestik; sumur, dapur, kasur.
Tidak demikian dengan Siti
Jenab yang beruntung bisa bersekolah di Sekolah Raden Dewi Sartika atas
rekomendasi RA Cicih Wiarsih (Juag Cicih), anak semata wayang Bupati Cianjur
RAA Prawiradireja II.
Di Bandung, Siti Jenab mendapat bimbingan langsung dari Dewi
Sartika, pendiri Sakola Istri. Setelah menyelesaikan pendidikan, Siti
Jenab kembali ke Cianjur dan merasa prihatin melihat kaum perempuan yang
dianggap warga kelas dua. Sehingga timbul tekad dalam diri Siti Jenab untuk
meningkatkan status kaumnya melalui jalur pendidikan.
![]() |
sumber:pojokjabar.com |
Awalnya Siti Jenab memberikan pendidikan dengan cara berkeliling,
door to door, dari satu tempat ke tempat lain. Mendatangi rumah-rumah,
antarkampung dan antardesa.
Perjuangan Siti Jenab sampai ke telinga Juag Cicih, istri Bupati R
Muharam Wiranatakusumah. Sosok yang merekomendasikan Siti Jenab bersekolah di
Bandung ini mendapat beberapa bidang tanah warisan dari ayahnya, RAA
Prawiradireja II. Sebagai bentuk dukungan atas perjuangan Siti Jenab, Juag
Cicih membangun sekolah berbahan kayu dan bilik pada tahun 1906.
Sekolah yang dibangun Siti
Jenab merupakan perpaduan Sakola Istri
Dewi Sartika dan Sekolah Kautamaan Istri Ayu Lasminingrat. Sering mendapat
cemoohan di awal sekolahnya berdiri, Siti Jenab tetap teguh dalam memberikan
bekal pendidikan.
Mata pelajaran yang diberikan sama seperti Sekolah Keutamaan Istri
lainnya yaitu: membaca, menulis, berhitung, Bahasa Belanda, Bahasa Melayu,
Bahasa Sunda, budi pekerti, agama dan ketrampilan perempuan seperti membatik
dan merenda.
Sekolah yang didirikan Siti Jenab kemudian dikelola oleh Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur yang mengubah namanya menjadi SDN
Siti Jenab.
Dianggap tanah hibah dan
lokasi SDN Siti Jenab yang strategis membuat pemerintah kabupaten
Cianjur berniat merelokasi kegiatan belajar mengajar di pinggir kota dekat
sungai. Sedangkan bekas bangunan lama akan diruntuhkan dan diubah menjadi lahan
parkir.
Penggusuran lokasi SDN Siti Jenab dinilai menafikan perjuangan
Siti Jenab dalam emansipasi perempuan, semangat pendidikan dan simbol sejarah
kebangkitan kaum pribumi Cianjur untuk memperoleh haknya dari penindasan
kolonial Eropa.
Seperti yang dikatakan Dosen Departemen Pendidikan Sejarah Universitas
Pendidikan Indonesia, Wawan Darmawan bahwa konsep pendidikan Ibu Jenab
merupakan warisan yang luar biasa.
"Konsep itu menjadi jasa yang luar biasa. Terlebih Ibu jenab
mendirikan sekolah pada masa Hindia Belanda. Saat itu pendidikan bagi perempuan
merupakan hal mustahil"
"Pola door to door tanpa bayaran yang dilakukan seorang
perempuan bangsawan tidak sederhana dan
tidak bisa dianggap remeh", lanjutnya. "Sudah selayaknya Ibu Jenab mendapat gelar yang sama seperti
Dewi Sartika sebagai tokoh pendidikan."
Ketua Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia, Nina Herlina
mengungkapkan, berdasarkan hasil penelusuran sejarah dan analisis bobot
ketokohan, Siti Jenab telah memenuhi 7 kualifikasi yang dibutuhkan.
"Sebagai pejuang, beliau memiliki peninggalan yang bermanfaat
hingga hari ini, yaitu sekolah dasar yang masih aktif digunakan untuk menuntut
ilmu", kata Nina Herlina dalam Seminar Pengusulan Ibu Siti Jenab Sebagai
Pahlawan Nasional di Universitas Suryakancana, Selasa (10/4/2018).
Berdasarkan ketentuan Kementerian Sosial, hasil perjuangan atau
peninggalan sejarah digolongkan sebagai karya individu tokoh yang diusulkan.
Apabila karya atau gagasan itu dapat dinikmati sampai kini, sejatinya tokoh
tersebut sudah memiliki modal untuk diusulkan sebagai pahlawan. Apalagi konsep
Sakola Istri yang digagas Siti Jenab telah melahirkan sekolah formal berbasis
Islam di Madrasah Gedong Asem.
Jadi .......
Apakah SDN Siti Jenab batal
digusur dan usulan Siti Jenab disetujui
sebagai Pahlawan Nasional? Kita
tunggu kelanjutannya. Karena seperti yang dikatakan Bung Karno, jangan
sekali-kali meninggalkan sejarah, sebab sejarah merupakan kaca benggala tentang
siapa kita, harus ke mana kita, dan apa akibat-akibat dari setiap langkah
kita.
Sumber:
pikiranrakyat.com
Pikiran Rakyat cetak 11 April 2018
Comments
Post a Comment