Rabu,
13 September 2017, menjadi hari bersejarah yang tak akan dilupakan Halimah
Yacob. Karena pada tanggal tersebut dirinya resmi menjabat sebagai presiden perempuan muslim pertama bagi Negara
Singapura, Negara berpenduduk 5,5 juta jiwa
dan memiliki luas wilayah 716 km2. (sumber)
Gagasan
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong yang mengawali perubahan dengan pertimbangan
bahwa Singapura terdiri dari multietnis. Etnis China (74,1 %), Melayu (13,4%),
India (9,2%) dan lainnya (3,3%)bahkan nama dan lagu kebangsaan Singapura
berasal dari bahasa Melayu.
Menurut
PM Lee, Presiden Singapura harus
mencerminkan masyarakat inklusif dan multi ras. Setelah perdebatan alot di
parlemen, pada November 2016 konstitusi Singapura berubah. PM Lee menetapkan
kursi presiden Singapura 6 tahun ke depan untuk etnis Melayu.
“Rakyat
akan melihat. Ya inilah negaraku. Seseorang seperti saya bisa menjadi pemimpin
dan dapat mewakili negaranya”, kata Lee (sumber)
Peran
Presiden Singapura umumnya hanyalah seremonial karena Singapura memberlakukan sistem
parlementer sehingga seorang perdana
menteri menjadi kepala pemerintahan yang sebenarnya.
Namun
setelah dilakukan amandemen konstitusi,
Presiden Singapura dapat memveto rancangan undang-undang (RUU) yang diajukan parlemen. Juga memiliki hak
veto terhadap simpanan keuangan Negara dan anggaran Negara, penunjukkan pejabat
publik seperti Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Panglima Angkatan Bersenjata
dan Kepala Staf Tiga Angkatan. (sumber)
Dengan
setumpuk kewenangan menjadi presiden di negara dengan raihan pertumbuhan ekonomi
tercepat di dunia, sosok Halimah ternyata sesederhana penampilannya.
Untuk lebih lengkapnya tentang Halimah Yacob, berikut kisahnya:
Anak yatim
liputan6.com |
Lahir
23 Agustus 1954, Halimah merupakan anak
bungsu dari 5 bersaudara. Ayahnya yang beretnis India meninggal tatkala Halimah
masih berusia 8 tahun. Ibunya, Maimun Abdullah seorang Melayu yang gigih
membesarkan sendiri anak-anaknya dengan
berjualan nasi Padang.
Setiap
hari Halimah kecil harus bangun dini hari dan bekerja sebagai asisten ibunya:
berbelanja, membersihkan, mencuci, membersihkan meja dan melayani pelanggan.
Tak heran dia kerap tertidur di kelas dan tidak menyelesaikan pekerjaan rumah.
Berawal
sekolah khusus perempuan
straitstimes.com |
Berasal dari etnis minoritas, Halimah merupakan
segelintir anak Melayu yang bersekolah di Singapore Chinese Girls' School yang dilanjutkan ke
Tanjong Katong Girls' School. Sempat ragu sewaktu memilih jurusan, Halimah belajar hukum di University of
Singapore.
Untuk membiayai kuliahnya Halimah mendapat
beasiswa 1000 dollar/tahun dari the Islamic Religious Council of Singapore.
Saudaranya yang baru mulai bekerja menyumbang $50 sebulan. Dan Halimah
sendiri bekerja sebagai pegawai
perpustakaan selama jangka waktu istirahat untuk menutupi sisa biaya hidupnya.
Pada tahun 1978, Halimah mendapat gelar LLB (Bachelor Legum Of Law). Pada tahun 2001,
dia menyelesaikan gelar LLM (The Master of Laws) di National University of
Singapore, dan mendapat gelar Doktor Kehormatan dari National University of
Singapore pada tanggal 7 Juli 2016. (sumber)
Karir yang mengalir
theindependent.sg |
Mulai bergabung
dengan National Trades Union Congress (NTUC)
pada tahun 1978, Halimah menghabiskan lebih dari 30 tahun sebelum akhirnya ditunjuk sebagai wakil sekretaris
jenderal.
Pada tahun 2001, Halimah mulai
berkecimpung dalam dunia politik, dan menjadi anggota parlemen parlemen untuk
Konstituensi Perwakilan Jurong Group (GRC).
Pada tahun 2011, dia menjadi Menteri
Negara di Kementerian Pengembangan Masyarakat, Pemuda dan Olahraga. Halimah ditunjuk sebagai ketua parlemen wanita
pertama di Singapura pada tahun 2013. Pada pemilu 2015, Halimah adalah
satu-satunya calon minoritas untuk PAP.
Hidup sederhana dan dukungan
suami
thestraitstimes.com |
Singapura
akan mengenal “First Dude”, “First Lad,
atau “First Mate” sebagai panggilan bagi pendamping presiden, yaitu Mohammed
Abdullah Alhabshee, suami Halimah yang dikenalnya di universitas dan menikahi
Halimah pada Juni 1980.
Pasangan
berlainan etnis ini, Mohammed Abdullah Alhabshee beretnis Arab, memiliki 5
orang anak yang dibesarkan di flat HDB yang telah ditinggali selama 30 tahun.
Bahkan ketika Halimah menjadi ketua parlemen, Halimah tidak berniat pindah.
“Bagaimanapun,
lebih dari 80 persen populasi kita tinggal di flat HDB dan jika cukup baik
untuk mereka, berarti cukup baik untuk saya, " katanya kepada The Sunday
Times.
Mereka
berdua merobohkan dinding pemisah flat di
Yishun dan mengajarkan hidup berbagi. Semuanya berukuran keluarga dan milik
bersama. "Anda tidak membeli barang hanya untuk diri Anda sendiri. Anda
membeli barang untuk dibagikan kepada semua orang. " kata Halimah.
Mohamed
Abdullah Alhabshee, seorang pengusaha yang menjadi pilar pendukung karir istrinya. Dia sangat
bangga atas prestasi Halimah, selalu
memberikan dukungan moral dan selalu menemani kegiatan yang berhubungan dengan
masyarakat akar rumput. (sumber)
Restu Ibunda
thestraitstimes.com |
Terlahir
sebagai anak bungsu, dan satu-satunya anak perempuan, Halimah sangat dekat
dengan ibunya. Ibundanya membantu merawat anak-anak, ketika Halimah meniti
karir dan tenggelam dalam kesibukan. Peran berbalik sewaktu sang ibu menderita
demensia, bergiliran dengan anak-anaknya, Halimah merawat ibunya. Halimah juga
merawat ibu mertuanya hingga wafat pada tahun 1999.
Tanggal
11 September 2015 menjadi penanda suka sekaligus duka. Suka yang disebabkan
berhasil memenangkan pemungutan suara bersama tim PAP-nya. Dan duka karena
bertepatan dengan waktu ibundanya
menghadap Yang Maha Esa. Ibunda yang
selalu memberi restu langkah Halimah menutup mata untuk selamanya dalam usia 90
tahun.
Relawan sejati
netralnews.com |
Hidup
bersama masyarakat grassroots,
membuat Halimah dengan mudah mengetahui
problem yang terjadi dan cepat
bertindak. Seperti ketika virus Zika mewabah, dia pergi dari pintu ke rumah dan melakukan
tindakan pencegahan bersama dengan warga.
Halimah
juga terlibat dalam pendistribusian makanan mingguan bagi orang-orang yang
kurang beruntung. Dia juga mensosialisasikan pentingnya pendidikan pada
keluarga berpenghasilan rendah. Serta mendirikan pusat pendidikan di Marsiling
dan Bukit Batok untuk memastikan anak-anak di lingkungan mendapatkan pendidikan
yang mereka butuhkan.
detiknews.com |
Namun,
seperti umumnya sosok yang berkibar semakin tinggi, selalu ada kelompok yang
tidak menyukai. Mulai dari slogan Halimah yang dianggap tidak ilmiah, para
pembenci menggunakan tagar
#Unconstitutional #Fraud #Cheat
#Riggedelection #Dictatorship
#Wastemytime. #NotmyPresident. #NotMalay untuk menunjukkan ketidak setujuan
atas terpilihnya Halimah Yacob sebagai presiden mereka.
Tudingan
diarahkan pada PM Lee yang dianggap diktator karena memformulasi undang-undang
sehingga sulit ditembus. Juga tuduhan bahwa Halimah seharusnya beretnis india
(garis ayah) dan bukan Melayu (garis ibu). Pemilihan Halimah sebagai perempuan
muslim “berkudung” dianggap tidak layak dan akan membuat tragedi memalukan di ranah internasional saat bertemu
dengan kepala Negara asing. (sumber)
Hmm……tak
jauh dengan tudingan pada presiden RI,
Bapak Jokowi bukan? Dan realitas membuktikan sebaliknya. Kita tunggu
saja kiprah perempuan yang penampilannya sangat bersahaja ini, Halimah Yacob.
Politik selalu memiliki musuh ya Mba... tapi perjalanan yang dipilih Bu Halimah luar biasa, dedikasinya ke politik juga luar biasa. 30 tahun mengurus partai politik and baru 2015 terbayar sampai hari ini... salut,,
ReplyDelete