Tampan,
stylish, penjelasannya runtut dengan tata bahasa baik , itulah Indra
Gunawan, perwakilan Studio Developer Game, Artoncode. Dengan fasih dia
menjelaskan tentang dunia yang digelutinya, industri kreatif. Suatu
industry yang disinggung Presiden Jokowi pada debat capres 2014 dan
mendapat aplaus Bapak Prabowo Subianto.Penyebabnya karena putra beliau, Didiet
Prabowo berkecimpung dalam dunia fesyen, subsektor industri kreatif.
Industri yang menjanjikan kontribusi peningkatan pertumbuhan ekonomi
karena evolusi perubahan ekonomi mengalami perkembangan sebagai berikut:
sumber: Tim Cetak Biru Ekraf
Tapi
aneh, pada waktu pengumuman 34 kementerian tertanggal 26 Oktober 2014,
ekonomi kreatif dihilangkan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (kementerian era Susilo Bambang Yudhoyono). Ada apa gerangan?
Terlalu
gegabah menilai Presiden Jokowi tidak mendukung keberadaan ekonomi
kreatif, karena industri kreatif menyumbang pertumbuhan ekonomi 7,05 %
terhadap PDB Nasional 2012-2013 atau sekitar Rp 641, 82 triliun.
Sedangkan hingga semester l – 2014 nilai tambah dari sektor ekonomi
kreatif diestimasi mencapai Rp 111,1 triliun, angka yang yang diyakini
masih terus akan meningkat.
Dalam
acara Bedah Cetak Biru Ekonomi Kreatif yang diselenggarakan tanggal 28
Oktober 2014 di Bandung Creative City Forum (BCCF) jalan Taman
Cibeunying Selatan nomor 5 Bandung, penjelasan mengenai kontribusi
industry kreatif terhadap PDB Nasional sebagai berikut:
Sungguh
menarik menilik bahwa anak muda penyumbang pertumbuhan ekonomi tidak
saja disimbolkan dengan keberadaan Indra Gunawan tetapi juga putra
sulung presiden Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka dengan katering
Chiliparinya. Dia menyiasati menu catering dengan ide kreatif untuk
menaikkan omzet penjualan.
Traditional Taste, Modern Touch (dok. Chilli Pari Catering)
Sumbangan kuliner sebagai bagian ekonomi kreatif memang yang terbesar. Karena sesuai definisinya:
EKONOMI KREATIF
adalah penciptaan nilai tambah berbasis ide yang lahir dari kreativitas
sumber daya manusia (orang kreatif) dan berbasis pemanfaatan ilmu
pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi.
INDUSTRI KREATIF adalah industri menghasilkan output dari pemanfaatan kreativitas, keahlian, dan bakat individu untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan peningkatan kualitas hidup
Laju pertumbuhan tenaga kerja ekonomi kreatif dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan angka yang menggembirakan:
Jadi
mengapa Presiden Jokowi tega ‘membuang’ ekonomi kreatif dari jajaran
kementeriannya? Jawaban Direktur Laboratorium Manajemen Fakultas Ekonomi
Padjadjaran, Aldrin Herwany mungkin bisa memenuhi rasa ingin tahu
tersebut. “Sebelumnya ekonomi kreatif digabung dengan pariwisata karena
diharapkan akan bersinergi untuk menarik wisatawan. Tetapi pada
prinsipnya ekonomi kreatif tidak hanya soal pariwisata, melainkan lintas
sektoral”, jelasnya.
Pelaku
ekonomi kreatif boleh bernapas lega ketika pada Selasa 28 Oktober 2014,
Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago mengatakan bahwa akan ada badan
ekonomi kreatif sebagai eksekutor yang mendorong dan mengembangkan
kegiatan ekonomi kreatif.
Sedangkan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno
menjelaskan bahwa bidang ekonomi kreatif akan diurus oleh badan baru
yang berada satu level di bawah kementerian agar jangkauannya menjadi
lebih kuat.
Keberadaan
badan ekonomi kreatif akan tak berarti jika tidak dibarengi kewenangan
mendorong setiap kementerian mengeksekusi program ekonomi kreatif yang
ditetapkan. Karena nasibnya tidak akan jauh beda dengan kondisi BKPM
atau Bappenas pada periode terdahulu yang tidak dapat memaksakan
kementerian lain untuk mengimplementasikan program yang ada. Tidak
berlebihan jika Aldrin Herwany berharap: “ Badan ini harus jelas
wewenangnya seperti apa. Karena harus diakui, ditengah jalan akan ada
banyak konflik antar kementerian, ini sering
terjadi dan harus diantisipasi sejak awal. Badan ini ibaratnya harus
memiliki kemampuan untuk memerintahkan kementerian mengeksekusi
programnya.”
Sulitkah? Tergantung dari kesungguhan pemerintah Jokowi menggarap ekonomi kreatif.
Paling tidak ada 15 subsektor dalam ekonomi kreatif, tidak hanya
aplikasi (permainan interaktif) yang kini marak tetapi juga seni
pertunjukkan, arsitektur, desain hingga kuliner. Dari identifikasi
masalah yang dilakukan kemenparekraf pimpinan Mari Elka Pangestu
diketahui bahwa kelemahan ekonomi kreatif ada di industry hilir atau
kormesialisasi. Ketua Bandung Creative City Forum (BCCF), Fiki Satari
yang juga merupakan praktisi ekonomi kreatif berkeyakinan jika
permasalahan teratasi maka ekonomi kreatif di Indonesia memiliki potensi
menyumbang hingga 15 % dari PDB di tahun 2025.
Fiki
Satari juga memaparkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk
memajukan ekonomi kreatif yaitu prosedural birokrasi yang memiliki
banyak tahapan dan kompleks
serta dinamisnya ekonomi kreatif sebagai sektor ekonomi. Perubahannya
sangat cepat, tidak hanya menyangkut bentuk dan tren tapi juga perubahan
konteks. Contohnya jika dahulu media social merupakan jejaring pribadi
maka kini telah berubah menjadi platform digital untuk bisnis. Karena
itu tidak berlebihan jika Fiki berharap lembaga yang menangani ekonomi
kreatif bertanggung jawab langsung pada presiden.
Kota
Bandung sebagai pusat industry kreatif, mulai dari sektor kuliner
hingga fesyen rupanya menarik minat Commonwealth Bank. Dalam peresmian
Kantor Cabang Commonwealth Dago Bandung, Senin (15/9/2014),Presiden
Direktur Commonwealth Bank Indonesia Tony Costa mengatakan: “
Pertumbuhan ekonomi Bandung di atas rata-rata dan kota ini merupakan
pusat dari pelaku UKM dan kelas menengah yang terus berkembang,”
Nah,
bahkan pihak perbankanpun sudah mendukung. Selanjutnya yang diperlukan
adalah langkah kongkrit pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Industri Kreatif sangat menjanjikan, tidak hanya menyerap tenaga kerja
tetapi juga menyumbang triliunan rupiah bagi pertumbuhan ekonomi.
Sumber:
Tim Bedah Cetak Biru Ekonomi Kreatif
Pikiran Rakyat 31 Oktober 2014
Comments
Post a Comment