4 hasil karya anak-anak komunitas bantaran sungai Cidurian (dok. Maria Hardayanto)
Tetapi bagamana dengan anak-anak usia sekolah? Apakah mereka mendapat kesempatan berkreativitas? Atau sebaliknya mendapat intruksi hingga tercetak lulusan mirip hasil pabrikan?
Penulis mendapat kesempatan dua kali ketika anak-anak tersebut asyik menggambar. Kali pertama di acara De Syukron, acara ulang tahun Jawa Barat ke 67 yang menyelenggarakan lomba menulis bertema : “Jawa Barat di Masa Depan” dan diikuti beberapa SDN ternama Kota Bandung.
Ditunjang peralatan gambar maksimal, anak- anak menggambar cukup bagus, merata hingga sudut kertas dipenuhi gambar dan warna. Tapi yang membingungkan kok Gedung Sate sih yang digambar? Ketika hal tersebut ditanyakan pada sang anak, dengan sigap ibu guru yang menemani mereka menjawab: “Kan masa depan JawaBarat, ya Gedung Sate”. Ooooooooo ……… Masa depan Jawa Barat adalah Gedung Sate ya bu? ………………………………………….#manggut-manggut tidak mengerti :P
menggambar gedung sate (dok. Maria Hardayanto)
Mereka mendapat clue : I am hero, saya seorang pahlawan. Mungkin Jan dan Danielle berharap akan mendapat banyak hasil karya yang kaya imajinasi. Sayang anak-anak setingkat sekolah dasar yang berusia 7 – 10 tahun ternyata malah kebingungan. Apakah itu berarti mereka tidak mempunyai tokoh hero dalam benaknya?
Entahlah, yang jelas mereka hanya menggambar tema “klasik”: dua gunung, satu jalan lebar yang menyempit diapit oleh sawah di kiri kanan. Hingga akhirnya tim Common Room ikut menyemarakkan suasana. Idhar (coordinator CR) mengambil krayon sebagai tools dan mulai menggambar sesuai yang dikehendaki. Krayon coklat untuk batang pohon dan pohon yang ditebang, kemudian krayon hijau,
Sedangkan Ranti (coordinator program) bermain-main dengan kertas berwarna dan pinsil warna. Pinsil warna dia goreskan membentuk pola-pola kemudian memberikan tetesan air dan menyapunya dengan kuas bagaikan sedang menggambar dengan cat air. Adisti menggambar bunga berwarna-warni.
Melihat antusiasme orang dewasa disekelilingnya, anak-anak mulai bergerak. Andi mengambil kertas berwarna dan mulai menempel serta menggambar. Mungkin dia berpikir seperti itulah seorang hero.
dok. Maria Hardayanto
Tapi sekarang di setiap lahan yang memungkinkan, warga menanaminya dengan tanaman sayuran seperti tomat, cabai rawit, terong dan kangkung. Di gang-gang sempit berbagai tanaman hias berbunga, mulai dari portulaca grandiflora atau yang dikenal krokot, euphorbia, atau sekedar hijau seperti philodendron, beragam araceae dan sansieviera penyerap polutan yang tahan terhadap gangguan tikus dan jari jemari iseng.
Akmal( laki-laki)pun latah menggambar bunga (dok. Maria Hardayanto)
“Semua gambar bagus. Tidak ada gambar yang jelek. Tidak ada gambar yang tidak benar. Semua gambar bagus” kata Jan dan Danielle menyemangati anak-anak sambil berkeliling.
Betul. Itu “entry point”nya. Tidak ada hasil karya yang salah. Seaneh apapun gambar itu. Anak-anak harus mendapat kepercayaan diri mengenai apa yang dilihat dan apa yang dipikirkan hingga akhirnya dia akan menemukan kebenarannya. Jadi jangan katakan jelek atau keliru ketika melihat laut dengan perahunya tapi dikejauhan nampak gunung dan pohon nyiur.
dok. Maria Hardayanto
Sore yang begitu mengasyikkan diakhiri dengan berbagai roti dan susu dalam kotak yang telah disiapkan Ranti. “Iyalah, masak saya siapkan gorengan”, jelas Ranti tersenyum manis.
istirahat dengan roti dan susu (dok. Maria Hardayanto)
kuis untuk memenangkan pinsil warna/krayon (dok. Maria Hardayanto)
Dunia anak memang begitu berwarna. Biarlah tetap indah berwarna. Ketika jatuh, kita hanya berkewajiban membantunya untuk berdiri dan membiarkannya berlari kembali. Tanpa perlu proteksi berlebihan yang menyebabkan anak takut melakukan sesuatu. Biarkanlah dia berimajinasi. Biarkanlah dia merasakan kegagalan. Karena itulah bekalnya menghadapi masa depan.
Untuk anak, bahagia itu sederhana. Kitalah yang memperumitnya (dok. Maria Hardayanto)
Karena mayoritas anak-anak Indonesia dilahirkan ditengah keluarga berpendidikan rendah (lulusan SD/tidak lulus SD). Sehingga anganpun tak pernah singgah bahwa suatu kali gambarnya dipajang, diperhatikan dan dinikmati banyak pengunjung. Menjadi tugas kitalah untuk berpikir dan melihat dari sudut pandang mereka sebagai anak. Jangan mengaturnya sekehendak kita apalagi menyeragamkan dengan anak lainnya.
*Maria Hardayanto*
Sumber data : www.bps.go.id
dok. Maria Hardayanto)
dok. Maria Hardayanto
dok. Maria Hardayanto
Comments
Post a Comment