Skip to main content

Koperasi Motekar, Wujud Ucapan Bung Hatta Bagi Perekonomian Indonesia



Perempuan berusia 45 tahun itu bernama Yati. Memakai baju biru dan kerudung senada, dia dan 7 orang teman  seusia bergegas memasuki halaman Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ekuitas (STIE) jalan Surapati Bandung. Nampak menyolok diantara mahasiswa/i yang lalu lalang di sekitar kampus. Terlebih jika mengetahui tujuan kedatangan mereka, “Hari ini saya mau kuliah”, kata  Yati dengan wajah penuh senyum.

Ucapannya mungkin berlebihan, mengingat latar belakang mereka lulusan sekolah menengah pertama, namun ada benarnya. Secara periodik, STIE Ekuitas menyelenggarakan program layanan masyarakat. Salah satunya bersama koperasi bank sampah Motekar, tempat Yati bernaung, perguruan tinggi tersebut memberikan pelatihan membuat pembukuan dan laporan keuangan dengan benar. Selain itu juga ada sesi pengenalan internet , para anggota komunitas belajar membuat email, akun media sosial dan tata tertib penggunaannya, agar tidak mengalami kendala ketika  berkecimpung dalam marketing digital.

Sesi-sesi pelatihan diikuti dengan penuh semangat, karena para dosen memahami bedanya pendekatan antara mahasiswa dan ibu rumah tangga. Suasana baru berubah dari hening  menjadi riuh rendah tatkala waktunya praktek. Bak busur yang diarahkan ke mangsa, Yati  mengangkat lengan kanannya setinggi 20 cm, sementara pandangannya menelusuri abjad abjad yang  harus dipencet sesuai arahan dosen. Begitu huruf yang dicari  berhasil ditemukan maka  seolah menerkam buruan, telunjuk pun meluncur menuju tuts. Derai tertawa tak terelakan, tak henti-hentinya terdengar.

Ilmu yang diberikan sungguh sangat berharga, karena sebagai pendamping komunitas, saya tidak bisa memberikan semua pengetahuan yang diperlukan. Dimulai pada tahun 2011, komunitas yang tinggal di pemukiman kumuh RW 02, Kelurahan Sukagalih Kecamatan Sukajadi Kota Bandung ini dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan sampah, yaitu pengomposan, urban farming dengan media kompos, pengolahan limbah anorganik menjadi kerajinan dan pengolahan hasil urban farming untuk meningkatkan gizi dan menambah penghasilan anggota.

Setelah melalui pertimbangan yang masak, barulah komunitas membentuk bank sampah pada tahun 2013. Banyak perbedaan yang dilakukan bank sampah Motekar dengan bank sampah pada umumnya, diantaranya tidak memproses sampah anorganik yang disetor anggota. Karena hal itu sudah dilakukan para pengepul yang berdomisili di sekitar komunitas, sehingga dikhawatirkan akan terjadi persaingan tidak sehat.  Bank sampah Motekar fokus mengelola uang hasil penjualan sampah anorganik dan menjadikan  pengepul sebagai mitra yang saling menguntungkan.

Karena bank sampah Motekar dibangun oleh anggota, dari anggota dan untuk anggota, maka  sangat dinamis dan fleksibel. Para anggota mengusulkan agar  tabungan bank sampah sebaiknya disimpan pinjamkan sesuai kebutuhan yang bisa terjadi kapan saja. Contoh kasus ada anggota yang membutuhkan modal untuk berjualan kolak dan es buah di bulan Ramadan. Tentunya sang pemilik dana akan kehilangan momentum jika baru menerima uang di akhir tahun.

Maka 3 bulan setelah bank sampah mulai beroperasi,  diputuskanlah pembentukan koperasi simpan pinjam untuk mengelola setiap rupiah yang masuk.  Koperasi  yang diberi nama koperasi  bank sampah Motekar dengan segera diminati masyarakat setempat karena hanya dengan menyetorkan sampah anorganik, mereka bisa meminjam sejumlah dana. Tentunya sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku.

Banyaknya anggota berimbas pada semakin beragamnya manfaat yang diterima anggota, seperti modal usaha,  biaya kesehatan dan fasilitas pendidikan. Bahkan beberapa peserta baru bergabung karena ingin terlepas dari jerat rentenir. Para rentenir mendatangi perkampungan kumuh dengan agresif, mengiming-imingi seolah dia adalah Sinter Klaas dari langit yang membawa hadiah. Calon korban yang tidak berhati hati biasanya baru sadar ketika pinjaman tak kunjung lunas, sebesar apapun usaha yang dilakukan untuk mencicil. Banyak yang berakhir mengenaskan seperti perceraian pasutri bahkan  ada yang menjual rumah tempat tinggalnya.

Disinilah koperasi bank sampah Motekar berperan, yaitu  membayar lunas utang pada  rentenir. Kemudian korban diminta menandatangani perjanjian untuk membayar  dengan cara mencicil sebagai anggota koperasi bank sampah Motekar  yang tentunya memiliki peraturan manusiawi,  tidak mencekik leher seperti halnya rentenir, sang lintah darat.

Selalu memberikan laporan keuangan  yang transparan dan akurat, adalah kunci keberhasilan unit usaha sekecil apapun. Banyak kasus UMKM gulung tikar akibat tidak membuat pembukuan yang berujung taksiran profit secara sembarangan dan perputaran uang yang tidak terukur dengan valid. Karena itulah saya menghubungi STIE Ekuitas, seperti kisah diawal paragraf, agar  pengurus koperasi bank sampah Motekar mendapat pelatihan langsung dari para pakar.

Gayung bersambut, setiap perguruan tinggi rupanya mempunyai kewajiban untuk mendarma baktikan ilmunya pada masyarakat. Para dosen mempunyai cara yang mudah dipahami dalam menyusun pembukuan, seperti misalnya mengapa rincian pembelian ditulis di kiri, di bagian debit bukan di kredit. Mereka juga memeriksa pembukuan awal yang telah dibuat pengurus tanpa bermaksud menyalahkan, hanya untuk mengoreksi dan memberi kisi-kisi.  Mereka bilang yang penting pembukuan telah dibuat dengan benar dan sesuai  jumlah maupun penempatannya. Sehingga ketika harus membuat laporan  akhir tahun, pekerjaan  mengakumulasi setiap transaksi menjadi mudah.  Pemilik dana yaitu para anggota koperasi bank sampah Motekar bisa membaca laporan tanpa mengernyitkan dahi.

Tanpa gembar gembor, sebetulnya hampir di setiap daerah berdiri  koperasi simpan pinjam. Alasan pendirian karena warga membutuhkan lembaga keuangan yang dapat diakses dengan mudah, tidak serumit perbankan. Mereka juga tidak memiliki  agunan untuk memenuhi syarat  perbankan. Terlebih  mayoritas calon peminjam hanya membutuhkan Rp 500.000 – Rp 2 juta untuk memulai usaha atau tambahan modal usaha. Kendala timbul tatkala calon anggota harus membayar iuran. Pekerjaan kepala keluarga yang umumnya pengangguran tersembunyi menimbulkan kesulitan, jangankan iuran, untuk makan sehari-haripun mereka kerap berutang ke warung.

Membentuk bank sampah bisa menjadi salah satu solusi. Selama ini sampah masih menjadi masalah yang belum terpecahkan dii Indonesia, bahkan menurut laporan Jambeck (2015) , Indonesia menjadi penyumbang sampah anorganik kedua  dilautan. Tak akan terjadi jika sampah sudah selesai sejak di hulu.  Setiap kepala keluarga (KK) memilah sampah anorganiknya, menyetor ke bank sampah untuk dikelola dalam sistem koperasi simpan pinjam sehingga tidak saja menyelesaikan permasalahan sampah, juga menambah penghasilan keluarga. Manfaat lanjutan bisa diduga, perekonomian daerah setempat mengalami peningkatan dan kesenjangan bisa diperkecil secara signifikan.

Untuk menjamin kelancaran operasional koperasi, hanya dibutuhkan dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM berupa pemenuhan syarat administrasi dan pelatihan pembukuan agar koperasi bisa menyajikan laporan keuangan secara professional.  Pembukuan yang rapi, transparan dan akurat, tidak saja dibutuhkan oleh pengurus dan anggota tapi juga merupakan langkah awal untuk ekspansi.

Ya, tidak hanya lembaga keuangan konvensional yang bisa membuka cabang. Koperasi bank sampahpun bisa, bahkan pasarnya  masih sangat terbuka lebar. Kuncinya adalah perubahan paradigma bahwa sampah bukanlah materi sisa melainkan “emas” terpendam yang bernilai jutaan rupiah.

Kalkulasinya begini. Di setiap rukun warga (RW) seperti koperasi bank sampah Motekar berdomisili, terdapat sekitar 5 hingga 10 rukun tetangga (RT). Umumnya setiap RT terdiri dari sekitar 100 kepala keluarga (KK).

Andaikan dari 100 KK, 50 KK diantaranya mau menyetorkan sampah anorganiknya pada bank sampah senilai Rp 1.000/minggu  maka dalam satu tahun, disetiap  RW akan terkumpul rupiah:
5 RT x  50 KK x Rp 1.000 x 52 minggu  = Rp 13.000.000

Hitungan diatas hanya mengandaikan 5 RT yang berpartisipasi dan 50 KK yang berkontribusi. Bisa  dibayangkan jika seluruh warga mau menjadi anggota bank sampah, jumlah dana yang terkumpul untuk modal koperasi akan lebih banyak lagi. Sehingga tanpa bantuan dana hibah dari pemerintah daerah,  mereka bisa swadaya memajukan daerah masing –masing.

Perputaran uang di koperasi bank sampah Motekar, sangat cepat. Daftar tunggunya panjang sehingga pengurus harus menentukan pinjaman sesuai prioritasnya.  Pada rapat anggota tahunan (RAT) 2013, koperasi bank sampah Motekar melaporkan perputaran sebesar Rp 11 juta rupiah. Kemudian sebesar Rp 35 juta pada tahun 2014, Rp 54 juta pada tahun 2015 dan Rp 97 juta di tahun 2016. Jumlah tersebut dipinjamkan dalam bentuk uang dan sembako.


 Sesuai sifatnya yang dinamis, ketika para anggota mengusulkan pengadaan  pinjaman sembako (sembilan bahan pokok, seperti beras, minyak goreng, gula dan lain-lain), para pengurus menyanggupi. Sehingga kini tak ada anggota yang terpaksa bertahan hidup dengan makan nasi aking atau terpaksa pinjam pada rentenir.  Karena kebutuhan dapur tercukupi, dengan syarat anggota rajin membayar iuran dalam bentuk setoran sampah anorganik.

Setiap manusia berkecenderungan untuk hidup lebih baik. Untuk menuju kondisi tersebut mereka mau melakukan apa saja asalkan tidak melanggar norma. Dan ajakan mengumpulkan sampah di rumah masing-masing,  jelas merupakan tawaran yang mudah, tidak melanggar norma bahkan justru menjadi solusi bagi warga tidak mampu.

Saya tidak mempunyai data kenaikan kesejahteraan anggota koperasi. Hanya bisa menilai dari perubahan gaya hidup sesuai teori Maslow. Ketika kebutuhan utama berupa sembako terpenuhi, maka manusia akan mulai memperhatikan sandangnya. Perubahan ini terlihat cukup menyolok  pada komunitas koperasi bank sampah Motekar. Karena anggota koperasi memiliki simpanan yang cukup lumayan, kini mereka mampu membeli baju baru dan smartphone.

Semula  smartphone digunakan sekedar untuk hiburan seperti selfie,  namun pelatihan bahwa ada banyak manfaat yang bisa diperoleh melalui peralatan digital, rupanya menunjukkan hasil. Pengurus menggunakan media sosial untuk  membagikan foto-foto kegiatan koperasi, bank sampah, pemberian makanan sehat  hingga pemasaran produk kuliner mereka. Narasinya masih sederhana dan hasil foto  belum sebagus karya fotografer profesional, masih membutuhkan jam terbang dan masih harus terus menerus berlatih.

Tapi tetap merupakan kemajuan yang sangat berarti.  Saya  tidak lagi  harus berlari-lari ke komunitas hanya sekedar membuat dokumentasi.  Walaupun pernah juga “kecolongan” yaitu ketika Ridwan Kamil, tiba-tiba muncul.  Begitu gemetarnya mereka hingga tak ada satupun foto yang membuktikan orang nomor satu di Kota Bandung itu pernah datang dan  makan bareng warga miskin di RW 02,  tempat koperasi bank sampah Motekar berdomisili.


Mereka hanya bisa melapor bahwa Pak Emil, nama panggilan Ridwan Kamil, melakukan inspeksi mendadak untuk mengetahui keberadaan koperasi bank sampah Motekar dan menunjuk daerah mereka sebagai RW Percontohan. Sayangnya tanpa bukti foto bisa dianggap hoax.  Dan saya hanya bisa berandai-andai pengurus semakin lihai menggunakan smartphone, mampu membiayai pulsa internet yang masih mahal untuk ukuran mereka dan mahir membuat vlog, video kekinian berdurasi pendek yang bisa menyebarkan berita/pengetahuan dengan mudah.

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Tumpeng Singkong Yang Lekker

  Nasi tumpeng singkong pesanan Kecamatan Sukajadi Siapa yang tak kenal tumpeng? Setiap syukuran rumah baru, ulang tahun, khitanan dan berbagai even lain, umumnya penyelenggara pesta menghidangkan tumpeng. Mungkin karena mudah, tidak bingung menyerasikan nasi dan lauk pauknya. Yang penting rame ketika acara motong tumpeng yang biasanya ditandai dengan menyendok puncak tumpeng dan memberikan pada seseorang yang dihormati/disayangi.  Ternyata bentuk tumpeng yang mengerucut keatas merupakan symbol agar kualitas hidup terus meningkat, sedangkan lauk pauk menjadi symbol ekosistem kehidupan alam. Itulah mungkin penyebab begitu beragamnya lauk yang tersaji di tumpeng, mulai dari urap, telur balado, ayam goreng, sambal goreng tempe, perkedel dan tentu saja tak pernah ketinggalan: “sambal!” Mengingat begitu seringnya tumpeng disajikan, kamipun memutar otak agar syukur-syukur jika suatu kali nanti mendapat order, minimal ya memperkenalkan makanan olahan singkong da...

Siti Jenab, Pahlawan Pendidikan dari Tatar Cianjur

sumber:plukme.com Siapa yang tak mengenal Kartini, sosok yang memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia?   Mungkin tak ada. Tanggal lahirnya, 21 April diperingati sebagai Hari Kartini dan dimeriahkan oleh anak sekolah hingga pegawai kantoran. Namun nampaknya hanya sedikit yang tahu bahwa selain Kartini, ada 3 tokoh perempuan Sunda yang jasanya tak kalah mulia. Mereka adalah Raden Dewi Sartika, Raden Ayu Lasminingrat dan Raden Siti Jenab. Telah diakui sebagai Pahlawan Nasional, Raden Dewi Sartika berjuang memuliakan perempuan melalui jalur pendidikan. Sakola Istri yang dibangunnya pada tahun 1904 tetap kokoh berdiri hingga sekarang. Berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1910, bangunan sekolah yang telah berpindah dari pendopo Kabupaten Bandung dapat dilihat di Jalan Kautamaan Istri Kota Bandung. Sosok kedua adalah Raden Ayu Lasminingrat, merupakan tokoh emansipasi perempuan, pelopor pendidikan dan aktivis Perempuan Sunda. Jasanya   dalam...

Imas Masitoh; Perempuan Pejuang dari Kampung Cibungur

Hidup dengan kekurangan materi tidak menyurutkan langkah Imas Masitoh Resmiati untuk berbuat baik pada sesama. Penjual gorengan berusia 42 tahun ini merasa terenyuh melihat banyaknya anak yatim piatu   disekitar tempat tinggalnya.   Imas memahami betapa mereka butuh perhatian dan kasih sayang. Kebutuhan intangible yang sering tidak dipedulikan   di masa serba cepat dan instan ini. Padahal banyak diantara anak yatim piatu yang tergolong anak berkebutuhan khusus. Imaspun   akhirnya   berinisiatif mengasuh mereka. Apa yang dilakukan Imas tergolong nekad. Penghasilan dari hasil menjual gorengan dan keset hasil kerajinan tangan yang dijajakan dari rumah ke rumah, jelas tidaklah cukup. Ditambah suaminya pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja. Rumah kecilnya juga tidak dapat menampung penghuni baru karena Imas sudah memiliki 2 anak. Namun Imas percaya, Tuhan akan membantu setiap perbuatan baik. Dan keyakinannya terbukti, bantuan mengalir. Jumlah an...